Ket ; Fhoto Ilustrasi 
Anewspatron.com, Karimun - Putusan pengadilan negeri (PN) Labuhan Deli kepada terdakwa pemilik sabu seberat 32 Kg yang di Vonis 20 tahun penjara, kian menjadi hiruk-pikuk tentang kegagalan system penegakan hukum di Indonesia.

Dikutif dari beberapa pemberitaan media yang telah mempublikasikan mengenai Putusan Pengadilan Negeri (PN) Labuhan Deli atas terdakwa Herma (40) yang merupakan  Residivis sebagai pemilik narkotika jenis sabu-sabu seberat 32 Kg atau 32.000 Gram, hanya di vonis selama 20 Tahun penjara, diduga putusan oleh PN Labuhan Deli tersebut,  janggal dan tidak Objektif, sehingga banyak pihak yang menilai tidak akan menimbulkan efek jera di kemudian hari bagi terdakwa.

Majelis Hakim yang diketuai Lodewyk Wandrie Simanjuntak bersama Hakim anggota Monalisa Anita Theresia Siagian dan Elviyanti Putri, setelah membacakan putusan,  menyatakan Herma (40) Residivis Narkoba,  dinyatakan bersalah karena memiliki Narkotika jenis sabu-sabu seberat 32 Kg dan dinyatakan melanggar pasal 112, pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, oleh perbuatannya Herma di vonis 20 tahun penjara di potong masa tahanan.

Selain itu, 1 unit mobil yang dijadikan sebagai barang bukti, dengan nopol Polisi BK 1723 HI di minta untuk di kembalikan kepada terdakwa.

Putusan tersebut terkesan jauh panggang dari api, yang mana Jaksa Penuntut Umum (JPU) Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Deli Serdang, Pardede dan Surya Siregar telah menuntut terdakwa Herma (40) dengan hukuman mati denda Rp.6 Milyar dan subsider  6 bulan kurungan, dikurangi masa tahanan, kemudian  barang bukti berupa 1 unit dengan Nopol Polisi BK 1723 HI dirampas untuk negara.

Seharusnya dengan adanya Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, para hakim di pengadilan  dapat menjerat para pengedar maupun bandar Narkotika dengan memberikan hukuman yang merupakan hukuman paling berat salah satunya hukuman mati.

Kejahatan peredaran narkoba yang dapat merusak cita-cita dan masa depan generasi penerus sudah merupakan kejahatan transnasional antar negara tanpa batas wilayah, sehingga kejahatan narkoba sudah dianggap sebagai kejahatan paling mematikan karena sasaran utamanya adalah generasi muda.

Kendati demikian seharusnya putusan Pengadilan Negeri (PN) Labuhan Deli yang di ketuai Lodewyk Wandrie Simanjuntak,  memberikan putusan hukuman mati kepada terdakwa Herma (40) pemilik 32 Kg sabu-sabu yang merupakan residivis narkoba sesua ancaman pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009.

Hukuman mati dijatuhkan kepada satu orang yang merusak dan akan menghancurkan ribuan nyawa orang lain, itu lebih baik dari pada die tetap hidup tapi akan membuat kehancuran menjadi lebih besar di tengah masyarakat, oleh sebab itu, putusan Pengadilan Negeri (PN) terhadap Herma (40) dianggap oleh banyak pihak, merupakan keputusan yang turut serta dalam menghancurkan generasi penerus di Indonesia.(****)